
Kebiasaan makan masyarakat perlahan berubah. Jika dulu pola konsumsi identik dengan tiga kali makan utama, kini ruang diantaranya justru semakin ramai. Camilan hadir bukan lagi sekadar pengganjal lapar, melainkan bagian dari rutinitas harian—menemani bekerja, belajar, perjalanan, hingga waktu istirahat singkat.
Fenomena ini dikenal sebagai snacking economy. Disebut snacking economy karena konsumsi camilan tidak lagi sekadar kebiasaan makan, melainkan telah menjadi aktivitas ekonomi yang berulang, terstruktur, dan bernilai besar dalam keseharian masyarakat. Perubahan ini lahir dari ritme hidup modern yang semakin fleksibel, cepat, dan menuntut kepraktisan.
Dalam konteks ini, camilan bertransformasi dari produk pelengkap menjadi komoditas yang hadir di banyak momen. Ia mengisi celah waktu, energi, dan emosi—fungsi yang membuat permintaannya relatif stabil dibanding kategori makanan lain.
Snacking Economy: Dari Kebiasaan Kecil Menjadi Mesin Ekonomi Harian
Dalam skala mikro, snacking economy bekerja seperti mesin ekonomi harian. Nilai transaksi satuan camilan memang relatif kecil, namun karena terjadi berulang dan melibatkan basis konsumen yang luas, akumulasinya menjadi signifikan. Inilah yang membuat industri camilan mampu menggerakkan rantai ekonomi dari hulu ke hilir—mulai dari bahan baku, produksi rumahan, distribusi, hingga penjualan ritel.
Dilansir dari Kompasiana.com, perubahan ritme hidup membuat camilan semakin relevan dalam keseharian masyarakat. Jam makan tidak lagi teratur, sementara aktivitas terus berjalan. Dalam kondisi seperti ini, camilan hadir sebagai solusi praktis yang mudah diakses. Bagi UMKM, ini berarti permintaan tidak datang dari momentum tertentu, melainkan dari rutinitas sehari-hari.
Baca juga: 12 Ide Jualan Snack Untuk Buka Puasa, Modal Kecil Untung Besar!
Skala Global yang Menguat, Peluang Lokal yang Terbuka
Dari sisi global, besarnya skala snacking economy memperlihatkan bahwa camilan bukan pasar kecil. Euromonitor mencatat bahwa nilai pasar snack dunia telah mencapai ratusan miliar dolar AS dan terus tumbuh. Kategori camilan gurih menjadi penyumbang terbesar, menunjukkan preferensi konsumen terhadap produk yang mudah dinikmati dan bersifat comfort food.
Bagi UMKM Indonesia, data ini penting bukan untuk mengejar skala global, melainkan sebagai sinyal bahwa permintaan camilan bersifat struktural. Pasar lokal ikut terdorong oleh pola konsumsi yang sama—lebih sering, lebih fleksibel, dan lebih personal.
Mengapa Snacking Economy Terus Menguat?
Menguatnya snacking economy tidak lepas dari perubahan cara orang bekerja dan beraktivitas. Pola kerja hybrid dan jarak jauh membuat jam makan semakin cair. Banyak orang bekerja sambil ngemil, mengikuti rapat daring sambil minum dan makan ringan, atau menikmati camilan sebagai jeda singkat di antara tugas.
Sodexo mencatat bahwa konsumen kini mencari camilan yang mampu memenuhi dua kebutuhan sekaligus: cukup sehat untuk dikonsumsi rutin, tetapi tetap memberi rasa indulgence atau kesenangan kecil. Kombinasi inilah yang membuat camilan bertahan sebagai bagian dari keseharian, bukan sekadar tren sesaat.
Baca juga: Tren Snack Sehat, Jadi Peluang Emas untuk UMKM di Industri Pangan?
Pergeseran Fungsi Camilan dalam Kehidupan Konsumen Indonesia
Di Indonesia, camilan memiliki kedekatan budaya yang kuat. Jajanan pasar, gorengan, hingga kue kering telah lama menjadi bagian dari keseharian. Namun, dalam snacking economy, fungsi camilan berkembang lebih jauh.
Camilan kini menjadi teman fokus, sarana relaksasi singkat, bahkan bentuk penghargaan kecil untuk diri sendiri. Konsumen tidak hanya menilai rasa, tetapi juga kenyamanan saat mengonsumsi. Tekstur, aroma, porsi, dan kemasan ikut memengaruhi pengalaman. Perubahan ini membuka ruang bagi UMKM untuk menghadirkan produk yang tidak sekadar enak, tetapi juga relevan dengan ritme hidup modern.
Peluang Nyata bagi UMKM di Tengah Snacking Economy
Bagi UMKM, snacking economy menawarkan karakter pasar yang relatif bersahabat. Frekuensi konsumsi yang tinggi membuka peluang pembelian ulang. Selain itu, variasi produk sangat luas—dari camilan tradisional hingga modern, dari rasa lokal hingga adaptasi global.
UMKM memiliki keunggulan dalam fleksibilitas. Skala produksi yang tidak terlalu besar memungkinkan eksperimen rasa dan format produk lebih cepat. Dalam banyak kasus, satu produk unggulan yang konsisten justru lebih efektif daripada terlalu banyak varian yang sulit dijaga kualitasnya.
Arah Tren Camilan dan Apa Artinya bagi UMKM
Innova Market Insights mencatat bahwa tren camilan global bergerak ke arah produk yang menggabungkan kenikmatan dan nilai tambah. Konsumen semakin tertarik pada camilan dengan kandungan gula lebih rendah, protein lebih tinggi, serta bahan yang lebih transparan asal-usulnya. Selain itu, pendekatan berbasis nabati, pemanfaatan bahan sisa (upcycled ingredients), dan kemasan ramah lingkungan mulai mendapat perhatian.
Bagi UMKM, tren ini tidak harus direspons dengan perubahan besar. Ia bisa diterjemahkan sebagai arah jangka menengah—misalnya dengan memperjelas komposisi bahan, menjaga proses produksi lebih higienis, atau menawarkan varian yang lebih seimbang tanpa mengorbankan rasa.
Baca juga: Paling Laku! 5 Cara Memulai Bisnis Snack Anti Gagal
Ketika Camilan Menyentuh Kesehatan dan Perawatan Diri
Seiring berkembangnya snacking economy, batas antara industri makanan dan kesehatan semakin kabur. Konsumen tidak lagi memandang camilan semata sebagai pengganjal lapar, tetapi juga sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan tubuh dan kenyamanan diri. Dalam berbagai tren global, camilan yang dikaitkan dengan wellbeing—seperti energi, pencernaan, relaksasi, hingga perawatan diri—mulai mendapat perhatian lebih luas.
Minat terhadap camilan yang kaya antioksidan, vitamin, dan bahan alami meningkat, seiring tumbuhnya kesadaran akan kesehatan fisik dan penampilan. Tanpa harus mengarah pada klaim medis atau kecantikan, konsumen semakin tertarik pada makanan dan minuman yang memberi kesan “baik untuk diri sendiri”. Dalam konteks ini, camilan tidak hanya dikonsumsi, tetapi juga dipilih secara lebih sadar.
Menariknya, tren ini berjalan beriringan dengan kembalinya minat pada resep tradisional dan rasa-rasa lama. Konsumen mencari keaslian, rasa yang familiar, serta cerita di balik produk. Camilan yang menghadirkan kenyamanan emosional—memberi rasa tenang dan akrab—menjadi semakin relevan di tengah ritme hidup yang cepat. Bagi UMKM, pergeseran ini membuka peluang untuk mengangkat nilai tradisi, kualitas bahan, dan pengalaman mindful snacking sebagai diferensiasi yang kuat.
Snacking Economy dan Arus Kas UMKM
Salah satu keunggulan bisnis camilan terletak pada arus kas. Karena produk dibeli relatif sering, perputaran uang bisa terjadi lebih cepat dibanding produk dengan siklus pembelian panjang. Jika dikelola dengan baik, ini membantu UMKM menjaga likuiditas usaha.
Namun, frekuensi tinggi juga menuntut konsistensi. Sekali konsumen merasa kualitas menurun, peluang pembelian ulang bisa langsung hilang. Karena itu, disiplin produksi dan kontrol mutu menjadi aspek krusial dalam memanfaatkan snacking economy secara berkelanjutan.
Tantangan UMKM di Pasar Camilan yang Semakin Padat
Meski peluangnya besar, pasar camilan juga semakin ramai. Produk baru terus bermunculan, baik dari UMKM maupun pemain besar. Dilansir dari Islandsun Indonesia menyoroti bahwa standar keamanan pangan dan efisiensi produksi menjadi tantangan nyata di industri camilan.
Selain kualitas, diferensiasi juga penting. Produk camilan yang tidak memiliki karakter jelas mudah tenggelam. Diferensiasi tidak selalu harus ekstrem, tetapi harus konsisten—baik dari rasa, cerita, maupun pengalaman yang ditawarkan kepada konsumen.
Apakah Semua UMKM Cocok Masuk Snacking Economy?
Pertanyaan pentingnya bukan hanya seberapa besar peluangnya, tetapi apakah semua UMKM cocok memanfaatkannya. Snacking economy menuntut konsistensi, kecepatan adaptasi, dan kesabaran membangun pasar. Tidak semua pelaku usaha nyaman dengan ritme ini.
Namun bagi UMKM yang siap menjaga kualitas dan memahami kebutuhan konsumen, snacking economy menawarkan jalur pertumbuhan yang relatif stabil. Ia tidak menjanjikan lonjakan instan, tetapi memberikan peluang bertumbuh secara bertahap dan berulang.
Menguatnya snacking economy menunjukkan bahwa camilan telah berubah dari makanan selingan menjadi bagian penting dari ritme hidup modern. Ia bekerja sebagai mesin ekonomi mikro—transaksinya kecil, tetapi berulang dan luas. Bagi UMKM Indonesia, kondisi ini membuka peluang nyata untuk tumbuh lebih dekat dengan keseharian konsumen. Dengan produk yang konsisten, memahami momen konsumsi, dan dikelola secara disiplin, UMKM camilan memiliki ruang besar untuk berkembang di pasar yang terus bergerak.
Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!
Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!
Referensi:
- Rinaldi, I. (2021). Snacking Economy: Makanan Ringan yang Menggerakkan Perekonomian. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/irwanrinaldi/613961e601019034b7794003/snacking-economy-makanan-ringan-yang-menggerakkan-perekonomian
- Sodexo Canada. (2025). The Rise of the Snack Economy. https://ca.sodexo.com/blog/food-services/articles/the-rise-of-the-snack-economy
- Innova Market Insights. (2025). Snack Trends 2025. https://www.innovamarketinsights.com/trends/snack-trends-2025/
- Euromonitor International. (2025). Global Snack Market Reaches USD 679 Billion in Retail Sales. https://www.euromonitor.com/newsroom/press-releases/september-2025/global-snack-market-reaches-usd-679-billion-in-retail-sales
- Islandsun Indonesia. (2024). Innovation, Trends, and Challenges in the Snack Industry. https://islandsunindonesia.com/innovation-trends-and-challenges-in-the-snack-industry/









