Di berbagai sudut Indonesia, warung selalu menjadi ruang singgah yang akrab. Konsumen datang bukan hanya untuk membeli kebutuhan rumah tangga, tetapi juga untuk mencari solusi tercepat ketika ada tagihan menumpuk, paket data habis, atau token listrik hampir kosong. Meski sederhana, warung memiliki posisi strategis sebagai simpul kehidupan sehari-hari—sebuah peran yang justru semakin penting saat perilaku belanja masyarakat berubah dengan cepat.

Dalam beberapa tahun terakhir, laporan Katadata Insight Center (2025) menunjukkan bahwa lebih dari 60% rumah tangga masih mengandalkan warung untuk transaksi kecil, sementara penggunaan pembayaran digital terus meningkat. Di saat bersamaan, riset Mitra Bukalapak 2024 mencatat bahwa transaksi non-sembako seperti token listrik, pulsa, dan pembayaran tagihan kini tumbuh lebih cepat dibanding penjualan barang fisik. Perubahan ini menandai babak baru bagi warung: bukan sekadar tempat membeli barang, tetapi titik layanan digital yang melayani beragam kebutuhan masyarakat.

Dalam konteks inilah pertanyaan penting muncul: bagaimana warung bisa bertahan, bahkan bertumbuh, melalui digitalisasi dan layanan tambahan yang relevan?


Warung Bukan Lagi Sekadar Tempat Belanja Harian

Warung mengalami transformasi peran, dari “penjual barang” menjadi “penyedia solusi”. Hal ini terjadi karena konsumen membutuhkan akses layanan keuangan kecil yang cepat, dekat, dan tanpa kerumitan. Meskipun aplikasi digital berkembang pesat, tidak semua masyarakat merasa nyaman menggunakannya. Data World Bank Global Findex 2024 menunjukkan bahwa sebagian masyarakat Indonesia dengan pendapatan menengah-bawah masih mengalami kendala dalam hal literasi digital dan akses perbankan formal.

Warung mengisi celah tersebut. Dengan lokasi dekat rumah, hubungan interpersonal yang kuat, dan transaksi yang sederhana, warung menjadi jembatan antara masyarakat dan layanan digital. Karena itu, permintaan terhadap layanan tambahan seperti pembelian pulsa, paket data, pengisian token listrik, pembayaran PDAM, BPJS, hingga top-up e-wallet terus meningkat.

Mitra Bukalapak, dalam laporan bisnis 2024-nya, menyebutkan bahwa permintaan token listrik di warung meningkat signifikan terutama di area semi-perkotaan. Ini menandakan bahwa warung berperan penting dalam mendukung aktivitas digital masyarakat, termasuk mereka yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan layanan digital formal.

Baca juga: 9 Cara Menggunakan QRIS Secara Inovatif di Warung Agar Omset Melejit


Digitalisasi Tidak Menghilangkan Karakter Warung, Justru Menguatkannya

Digitalisasi sering dianggap sebagai modernisasi besar yang mengubah wajah warung tradisional. Padahal, digitalisasi yang paling efektif bagi warung justru bersifat praktis, bertahap, dan berfokus pada efisiensi operasional.

Pertama, penerimaan pembayaran non-tunai.
QRIS sudah menjadi bagian dari kebiasaan belanja masyarakat. Visa Consumer Payment Attitudes Asia Pacific 2024 menemukan bahwa konsumen Indonesia semakin nyaman melakukan pembayaran digital, bahkan untuk transaksi kecil. Bagi warung, ini berarti peluang untuk mempertahankan penjualan tanpa terhambat keterbatasan uang tunai.

Kedua, pencatatan keuangan digital.
Banyak warung masih mencatat transaksi secara manual, yang membuat laba harian sulit dipantau. Laporan KemenKopUKM 2024 menunjukkan peningkatan adopsi aplikasi pencatatan sederhana oleh usaha mikro karena manfaatnya langsung terasa: alur kas lebih jelas, stok lebih terpantau, dan peluang akses pembiayaan lebih besar.

Ketiga, pengelolaan stok berbasis data sederhana.
Aplikasi atau fitur inventori membantu pemilik warung memahami pola permintaan: barang mana yang cepat habis, kategori apa yang tidak perlu ditambah. Keputusan pengadaan menjadi lebih akurat, dan modal tidak terkunci di produk yang jarang laku.

Keempat, integrasi layanan keuangan mikro.
Dengan menjadi titik layanan pembayaran, top-up, atau bahkan agen keuangan, warung tidak hanya memperluas pendapatan, tetapi juga berkontribusi pada inklusi keuangan. OJK mencatat bahwa layanan keuangan mikro berbasis agen tumbuh stabil sepanjang 2024–2025, dengan kontribusi signifikan dari warung.

Dengan demikian, digitalisasi bukan menggusur karakter warung tradisional. Ia justru memperkuat inti kekuatan warung: kepercayaan, kedekatan, dan relevansi dalam kehidupan sehari-hari.


Layanan Tambahan: Sumber Pendapatan Baru yang Lebih Stabil

Ada alasan mengapa layanan tambahan tumbuh begitu cepat. Konsumen membutuhkan transaksi cepat untuk pulsa, token listrik, atau pembayaran tagihan, dan warung menawarkan kemudahan ini tanpa proses login, verifikasi identitas, atau antrean panjang.

Riset Jakpat (2025) menunjukkan bahwa tiga transaksi digital yang paling sering dilakukan masyarakat adalah pembelian paket data, pengisian token listrik, dan top-up e-wallet. Ketiganya sangat cocok untuk ekosistem warung karena:

  • prosesnya cepat

  • tidak memerlukan ruang penyimpanan

  • tidak memerlukan modal stok besar

  • permintaannya stabil sepanjang tahun

Pada banyak kasus, margin layanan tambahan ini justru lebih menarik dibanding margin barang harian seperti air mineral atau mie instan, yang sering tergerus persaingan harga.

Warung yang menyediakan layanan lengkap tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga menciptakan alasan tambahan bagi pelanggan untuk datang kembali. Setiap kunjungan membuka peluang terjadinya pembelian impulsif—fenomena yang diamati dalam Nielsen Retail Study 2024, di mana pelanggan cenderung membeli barang tambahan ketika sudah berada di lingkungan warung.

Baca juga: Manfaat Transaksi Digital bagi UMKM: Omzet Naik, Pelanggan Bertambah, Tabungan Keluarga Lebih Stabil


Dampak Strategis: Membangun Loyalitas Pelanggan Jangka Panjang

Ketika warung mampu menjadi tempat yang “bisa semuanya”, loyalitas pelanggan meningkat. Konsumen tidak hanya membeli barang; mereka membeli kenyamanan dan hubungan yang tidak mereka dapatkan dari layanan digital penuh.

Ada beberapa pola loyalitas baru berdasarkan survei perilaku konsumen:

  1. Kunjungan lebih sering, walau belanja fisik tidak selalu besar.

  2. Warung menjadi rujukan komunitas, terutama untuk layanan digital kecil.

  3. Kepercayaan meningkat, karena pemilik warung sering membantu pelanggan memahami proses digital yang membingungkan.

  4. Rekomendasi dari mulut ke mulut meningkat, terutama di lingkungan padat penduduk.

Warung yang menyediakan layanan relevan bukan hanya bertambah pendapatannya, tetapi juga memperkuat posisi sosialnya di lingkungan sekitar.


Digitalisasi Sebagai Bantalan Ketahanan Warung

Dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif, warung yang hanya mengandalkan barang fisik lebih rentan. Ketika harga sembako naik atau margin tertekan, pendapatan dari layanan tambahan seperti token listrik atau pembayaran tagihan tetap stabil.

Warung dengan aliran pendapatan lebih beragam cenderung lebih tahan menghadapi perubahan pasar—selaras dengan temuan McKinsey 2024 yang menekankan pentingnya diversifikasi pendapatan bagi usaha mikro di Asia Tenggara.

Dengan digitalisasi dan layanan tambahan, warung memiliki fondasi stabil yang membantu mereka bertahan dalam situasi sulit sekaligus memberi ruang untuk tumbuh perlahan.

Baca juga: Kenapa UMKM yang Memiliki Saluran Jualan Online Akan Lebih Unggul di Tahun 2026


Relevansi Adalah Masa Depan Warung Indonesia

Warung tidak harus berubah menjadi toko modern untuk bertahan di era digital. Mereka cukup menyesuaikan diri dengan kebutuhan pelanggan: menyediakan layanan digital yang paling dibutuhkan, menata pencatatan, dan menerima pembayaran non-tunai.

Dengan cara ini, warung tetap mempertahankan karakter sosialnya sembari memperluas perannya dalam kehidupan masyarakat. Warung yang adaptif, relevan, dan responsif terhadap perubahan perilaku konsumen akan terus menjadi poros ekonomi rakyat—tempat orang datang bukan hanya untuk membeli, tetapi untuk menyelesaikan berbagai kebutuhan sehari-hari.

Transformasi warung bukan tentang teknologi. Ia tentang kemampuan untuk tetap dekat dengan pelanggan dalam dunia yang berubah. Dan di situlah kekuatan warung Indonesia sesungguhnya.

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!

Referensi:

  1. Katadata Insight Center, Digital Payment Landscape, 2025.

  2. Mitra Bukalapak, Annual Impact Report, 2024.

  3. Jakpat, Digital Transaction Behaviour Study, 2025.

  4. Visa, Consumer Payment Attitudes Asia Pacific, 2024.

  5. KemenKopUKM, Transformasi Digital UMKM Indonesia, 2024.

  6. Otoritas Jasa Keuangan, Snapshot Keuangan Digital, 2024–2025.

  7. NielsenIQ, Indonesia Retail Measurement Study, 2024.

  8. World Bank, Global Findex Report, 2024.

  9. McKinsey & Company, Digital Consumer Trends Southeast Asia, 2024.