Sumber Foto: Netflix.com

Netflix dikenal bukan hanya karena film dan serialnya, tapi juga karena cara unik — bahkan “brutal” — dalam mengelola sumber daya manusianya. Mereka punya filosofi yang disebut “kebebasan dengan tanggung jawab”, di mana karyawan diberi keleluasaan besar untuk bekerja dengan caranya sendiri, tapi dituntut memberikan hasil luar biasa.

Yang menarik, Netflix tak segan memecat karyawan yang hanya bekerja “cukup baik”. Bagi mereka, performa sedang-sedang saja sama artinya dengan penghambat pertumbuhan.

Pertanyaannya, apakah strategi manajemen ekstrem seperti ini bisa diterapkan dalam skala usaha kecil di Indonesia? Mari kita bahas dari dua sisi: logika bisnis global Netflix dan realitas dunia UMKM Indonesia.


Filosofi Manajemen SDM Netflix: Sedikit Orang, Tapi Luar Biasa

Netflix merumuskan pendekatan manajemennya dalam empat prinsip utama:

  1. Kebebasan dan Tanggung Jawab
    Karyawan bebas mengatur jam kerja, cuti, dan cara kerja mereka sendiri. Tidak ada aturan kaku, selama hasil akhirnya luar biasa.

  2. Uji “Penjaga” (Keeper Test)
    Para manajer selalu menanyakan hal ini:

    “Kalau karyawan ini mau keluar, apakah saya akan berjuang untuk menahannya?”
    Jika jawabannya tidak, maka karyawan itu dianggap tidak lagi memberikan nilai tambah yang signifikan dan akan dilepas dengan pesangon besar.

  3. Kepadatan Talenta (Talent Density)
    Netflix percaya, lebih baik punya tim kecil berisi orang-orang hebat daripada tim besar yang penuh karyawan biasa-biasa saja.

  4. Minim Aturan, Maksimal Kepercayaan
    Tidak ada jam kerja 9-to-5, tidak ada cuti wajib. Karyawan dipercaya untuk tahu kapan waktunya beristirahat dan kapan harus mendorong batas performa.

Strategi ini melahirkan kecepatan dan inovasi luar biasa. Dengan tim kecil tapi tangguh, Netflix mampu mengambil keputusan berani seperti memproduksi serial orisinal House of Cards yang kemudian mengubah arah industri hiburan dunia.

Baca Juga: Laporan Survey Penggunaan Artificial Intelligence (AI) oleh UMKM: Pemanfaatan AI belum Dioptimalkan untuk Dongkrak Produktivitas Usaha


Kalau Diterapkan di UMKM, Apakah Bisa Berhasil?

Nah, sekarang mari kita pindah konteks ke dunia UMKM di Indonesia. Apakah filosofi “kebebasan dengan tanggung jawab” bisa dijalankan dalam usaha yang karyawannya mungkin cuma 5–10 orang?

Jawabannya: bisa — tapi harus disesuaikan dengan realitas lokal.

Kelebihan yang Bisa Diambil

  1. Tim kecil = keputusan cepat
    Banyak UMKM sudah bekerja seperti Netflix tanpa sadar: tim kecil, kerja lintas fungsi, dan keputusan langsung diambil oleh pemilik usaha. Contohnya, di bisnis kuliner rumahan, satu orang bisa merangkap bagian produksi, pembelian bahan, dan pemasaran. Prinsip “tim kecil tapi gesit” ini cocok dengan karakter UMKM.

  2. Kebebasan dengan rasa percaya
    Banyak pemilik usaha di Indonesia sudah memberi kepercayaan tinggi pada pegawainya — misalnya kasir yang dipercaya menjaga uang atau karyawan yang diizinkan pulang lebih awal setelah pekerjaan selesai. Itu bentuk freedom with responsibility versi lokal.

  3. Budaya tanggung jawab kuat
    UMKM biasanya sangat terasa unsur sense of ownership-nya. Pemilik dan karyawan tahu bahwa kalau bisnis rugi, semuanya kena dampaknya. Itu sudah sejalan dengan semangat Netflix yang ingin setiap orang merasa bertanggung jawab terhadap hasil akhir.

Baca Juga: 10 Cara Meningkatkan Produktivitas Usaha, Kerja Cerdas, Hasil Maksimal


Tapi Ada Tantangan yang Harus Diakui

Meski ada kemiripan semangat, penerapan gaya manajemen ala Netflix dalam UMKM Indonesia tidak bisa dilakukan mentah-mentah. Ada tiga hal besar yang perlu diperhatikan:

1. Budaya Kekeluargaan yang Kuat

Kebanyakan UMKM beroperasi dengan pendekatan “keluarga” — saling bantu, makan bareng, dan hubungan kerja yang personal. Filosofi Netflix yang keras (“kita bukan keluarga, kita tim berprestasi”) bisa terasa dingin atau bahkan kejam bagi budaya kerja lokal.

Bayangkan pemilik warung memecat pegawai lama hanya karena performanya “tidak luar biasa”, padahal pegawai itu sudah setia bertahun-tahun. Bukan cuma moral yang jatuh, tapi reputasi usaha pun bisa terpengaruh.

Solusinya: tetap jaga kehangatan, tapi tegakkan profesionalisme. Pemilik bisa mulai dengan pembicaraan terbuka soal target dan harapan, bukan langsung “pecat” seperti model korporat.

2. Sistem Penilaian Kinerja Masih Lemah

Netflix bisa menjalankan keeper test karena mereka punya sistem HR yang canggih dan data kinerja real-time. UMKM sering belum punya sistem itu. Penilaian kinerja biasanya berdasarkan kedekatan personal, bukan data.

Misalnya, pemilik toko memilih mempertahankan pegawai karena “sudah cocok”, bukan karena performa terbaik.

Solusinya: buat sistem sederhana tapi jelas. Misalnya, catat target harian penjualan, tingkat ketepatan waktu, atau kepuasan pelanggan. Dari situ, pemilik bisa menilai siapa yang layak dikembangkan dan siapa yang butuh pelatihan.

3. Kesejahteraan dan Pelatihan Terbatas

Netflix mampu memberi pesangon besar dan cuti fleksibel, tapi UMKM sering kesulitan menggaji tepat waktu atau memberikan insentif tambahan.  Jadi jika ingin meniru semangat “hanya yang terbaik bertahan”, versi UMKM-nya sebaiknya bukan dengan memecat, tapi melatih dan menumbuhkan kemampuan karyawan.

Misalnya, di usaha laundry kecil, pemilik bisa memberi pelatihan tentang layanan pelanggan atau cara menjaga kualitas cucian, agar karyawan yang semula biasa saja bisa naik kelas.


Adaptasi Gaya Netflix untuk UMKM Indonesia

Daripada meniru total, pelaku UMKM bisa mengambil esensinya saja: menumbuhkan budaya tanggung jawab, efisiensi, dan kecepatan. Berikut versi adaptasinya:

  1. Kebebasan dengan bimbingan
    Karyawan boleh mengatur cara kerjanya, tapi pemilik tetap memberikan panduan dan evaluasi.

  2. Tanggung jawab bersama, bukan persaingan individu
    Di Netflix, performa buruk bisa membuat seseorang keluar. Di UMKM, semangat ini bisa diubah jadi saling bantu untuk mencapai target tim.

  3. Uji penjaga versi lokal
    Pemilik bisa menanyakan: “Kalau karyawan ini berhenti, apakah usahaku akan benar-benar terganggu?” Jika jawabannya iya, berarti karyawan itu aset. Kalau tidak, mungkin perlu pembinaan atau rotasi tugas.

  4. Bangun budaya komunikasi terbuka
    Di UMKM, seringkali masalah kinerja tidak dibicarakan secara jujur karena takut menyinggung. Padahal komunikasi yang jujur bisa jadi dasar budaya performa tinggi.

Contoh Kasus: Penerapan di Skala Kecil

Bayangkan sebuah kedai kopi lokal di Bandung. Pemiliknya memberi kebebasan barista untuk berkreasi membuat menu baru, menentukan playlist musik, bahkan mengatur jadwal kerja. Tapi setiap minggu, mereka melakukan review sederhana:

  • Berapa cangkir terjual,

  • Bagaimana penilaian pelanggan,

  • Siapa yang punya ide menu baru paling laku.

Barista yang paling konsisten diberi bonus, sementara yang performanya menurun diajak diskusi dan diberi pelatihan. Hasilnya? Tim jadi lebih produktif, merasa dipercaya, tapi juga sadar bahwa tanggung jawab mereka besar.

Itulah bentuk “freedom with responsibility” (kebebasan dan bertanggungjawab) versi UMKM Indonesia — tetap hangat, tapi profesional.

Baca Juga: 6 Alasan Kenapa Micromanagement Berdampak Negatif Bagi Produktivitas dan Kreativitas Karyawan, Ini Solusinya!


Pelajaran dari Perusahaan Lain

Selain Netflix, beberapa perusahaan global juga menerapkan filosofi serupa tapi dengan cara berbeda:

  • Google memberi karyawan waktu khusus untuk proyek pribadi, tapi tetap dengan dukungan mentor dan kerangka kerja jelas.

  • Amazon menekankan kompetisi dan hasil, namun menyediakan program pembinaan agar karyawan bisa memperbaiki diri.

  • HubSpot menggabungkan kebebasan bekerja dengan transparansi penuh dan dukungan kesehatan mental.

Semua contoh itu menunjukkan bahwa standar tinggi dan kesejahteraan karyawan bisa berjalan berdampingan — asal ada kejelasan dan komunikasi yang baik.


Kesimpulan: Ambil Esensinya, Sesuaikan dengan Budayanya

Jadi, apakah strategi SDM brutal ala Netflix bisa diterapkan di UMKM Indonesia?

Jawabannya: bisa, tapi harus diadaptasi dengan konteks lokal.

Pelaku UMKM tidak perlu meniru cara “pecat yang cukup baik”, tapi bisa mengadopsi semangatnya:

  • Berani menuntut kualitas tinggi,

  • Memberi kepercayaan besar pada tim,

  • Mendorong tanggung jawab dan hasil nyata,

  • Sambil tetap menjaga nilai-nilai kekeluargaan dan gotong royong khas Indonesia.

Karena pada akhirnya, SDM yang unggul bukan hanya yang cepat dan cerdas, tapi juga yang loyal, tumbuh, dan berdaya bersama bisnisnya.

Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!

Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!

Referensi

  • Netflix. (2025). Work Life Philosophy – Careers at Netflix.

  • Harvard Business Review. (2014). How Netflix Reinvented HR.

  • CultureMonkey. (2024). Budaya Kerja Netflix dan Prinsip Kebebasan dengan Tanggung Jawab.

  • Knowledge@Wharton. (2023). Bagaimana Netflix Membangun Budaya Perusahaan yang Unik.

  • BPS. (2024). Profil Tenaga Kerja UMKM Indonesia.

  • Katadata. (2025). Mayoritas Tenaga Kerja di Indonesia Berasal dari Sektor UMKM.