
Di tengah gempuran promosi, logo besar, dan tren yang cepat berganti, pola konsumsi sebagian masyarakat justru bergerak ke arah yang lebih tenang. Alih-alih mengejar tampilan mencolok, konsumen mulai memilih produk yang sederhana secara visual, tetapi kuat dari sisi kualitas, material, dan ketahanan. Fenomena ini dikenal sebagai quiet luxury—kemewahan yang tidak berisik, namun terasa saat digunakan.
Quiet luxury bukan sekadar gaya berpakaian atau pendekatan desain. Ia mencerminkan pergeseran cara pandang terhadap kemewahan itu sendiri. Jika sebelumnya kemewahan identik dengan simbol status yang mudah dikenali, kini maknanya bergeser menjadi pengalaman personal, kenyamanan, dan kepercayaan pada mutu produk. Perubahan inilah yang membuat tren quiet luxury semakin relevan, termasuk bagi pelaku UMKM di Indonesia.
Quiet Luxury sebagai Evolusi Konsep Kemewahan
Dalam berbagai pembahasan tren global, quiet luxury dipahami sebagai evolusi dari konsep kemewahan konvensional. Pendekatan ini tidak lagi berfokus pada logo besar atau citra eksklusif yang mencolok, melainkan pada keanggunan yang lahir dari kualitas dan detail.
Produk quiet luxury tidak perlu menjelaskan dirinya lewat simbol. Nilainya muncul secara alami ketika dipakai, dirasakan, dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi konsumen, kemewahan semacam ini terasa lebih personal dan tidak melelahkan secara visual. Produk tidak “menuntut pengakuan”, tetapi justru membangun kepercayaan secara perlahan.
Quiet Luxury dan Loud Luxury: Dua Arah Konsumsi yang Berbeda
Untuk memahami quiet luxury secara utuh, penting melihat perbedaannya dengan loud luxury. Loud luxury menonjolkan identitas merek secara eksplisit—logo besar, desain mencolok, dan simbol status yang mudah dikenali. Pendekatan ini efektif pada masa ketika pengakuan sosial menjadi tujuan utama konsumsi.
Sebaliknya, quiet luxury berjalan di jalur yang berlawanan. Ia menghindari visual berlebihan dan tidak mengejar pengakuan instan. Konsumen quiet luxury membeli produk bukan untuk dipamerkan, melainkan untuk digunakan dan dinikmati kualitasnya. Perbedaan ini menunjukkan bahwa pasar tidak lagi seragam. Ada segmen konsumen yang memilih ketenangan, fungsi, dan daya tahan dibanding keramaian tren.
Baca juga: Perubahan Perilaku Konsumen 2026: Strategi UMKM Menghadapi Pola Belanja Baru
Dimensi Psikologis Konsumen: Mengapa Quiet Luxury Terasa Lebih Bernilai?
Salah satu alasan quiet luxury semakin diminati terletak pada faktor psikologis. Produk yang tidak mencolok sering kali memberi rasa aman dan nyaman. Konsumen tidak merasa sedang “membuktikan sesuatu” kepada orang lain, melainkan membuat pilihan untuk dirinya sendiri.
Dalam konteks ini, quiet luxury memberi ruang bagi konsumen untuk merasa lebih otonom. Nilai produk tidak ditentukan oleh validasi sosial, tetapi oleh pengalaman penggunaan yang konsisten. Bagi sebagian orang, justru di situlah letak kemewahan yang sesungguhnya—produk bekerja dengan baik tanpa perlu banyak bicara.
Mengapa Tren Ini Menguat Saat Ini?
Menguatnya quiet luxury tidak terlepas dari kondisi ekonomi dan sosial beberapa tahun terakhir. Ketidakpastian ekonomi, kenaikan biaya hidup, serta meningkatnya kesadaran akan konsumsi yang lebih bijak membuat konsumen lebih berhati-hati dalam berbelanja.
Pertanyaan yang muncul pun berubah. Konsumen tidak lagi hanya bertanya apakah sebuah produk menarik, tetapi apakah produk tersebut layak digunakan dalam jangka panjang. Quiet luxury menjawab kebutuhan ini melalui kualitas yang konsisten dan pengalaman penggunaan yang memuaskan, bukan melalui sensasi sesaat.
Peluang Quiet Luxury bagi UMKM Indonesia
Bagi UMKM, tren quiet luxury justru membuka peluang yang relevan. Banyak pelaku usaha kecil sejak awal memang berangkat dari keterbatasan skala, sehingga lebih menekankan kualitas produksi dibanding volume besar.
Ketelitian, keterampilan tangan, dan pemilihan bahan sering kali menjadi kekuatan alami UMKM. Quiet luxury memberi ruang bagi UMKM untuk menonjol tanpa harus berisik. Produk tidak perlu tampil mencolok atau mengikuti tren cepat. Yang lebih penting adalah konsistensi mutu dan kejujuran dalam proses produksi.
Dalam konteks ini, quiet luxury bukan soal menaikkan harga setinggi mungkin, melainkan membangun nilai yang terasa sepadan dengan kualitas yang diberikan.
Baca juga: Kenapa UMKM yang Memiliki Saluran Jualan Online Akan Lebih Unggul di Tahun 2026
Quiet Luxury dan Strategi Branding UMKM
Tren quiet luxury juga membawa implikasi penting dalam cara UMKM membangun merek. Branding tidak lagi harus ditampilkan secara agresif. Justru, identitas merek bisa hadir secara halus—melalui konsistensi produk, pelayanan, dan pengalaman pelanggan.
UMKM yang mengadopsi pendekatan ini cenderung membangun kepercayaan jangka panjang. Konsumen datang kembali bukan karena promosi besar-besaran, tetapi karena merasa cocok dan puas. Dalam jangka panjang, pola ini menciptakan loyalitas yang lebih stabil dibanding ketergantungan pada diskon atau tren musiman.
Bagaimana Quiet Luxury Terlihat di Berbagai Sektor UMKM?
Di sektor fesyen, quiet luxury tercermin dari potongan yang rapi, warna-warna netral, dan desain yang tidak lekang oleh waktu. Konsumen tidak lagi mencari pakaian yang hanya relevan satu musim, melainkan yang bisa dipakai berulang kali dalam berbagai situasi. Bagi UMKM fashion, kualitas jahitan dan kenyamanan menjadi pembeda utama.
Pada produk rumah tangga dan kerajinan, quiet luxury hadir melalui desain fungsional dan material yang awet. Peralatan dapur, dekorasi rumah, atau furnitur kecil dengan tampilan bersih dan tidak berlebihan semakin diminati, terutama oleh konsumen urban yang menginginkan suasana tenang di ruang tinggalnya.
Sementara itu, dalam bisnis makanan dan minuman, quiet luxury tampak dari rasa yang konsisten, bahan baku yang jelas asal-usulnya, serta proses pengolahan yang rapi. Konsumen mulai menghargai produk yang tidak terlalu ramai rasa dan tidak bergantung pada kemasan mencolok untuk menarik perhatian.
Quiet Luxury dan Nilai Keberlanjutan
Quiet luxury juga berkaitan erat dengan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan. Produk yang dibuat dengan kualitas tinggi dan dirancang untuk tahan lama cenderung tidak cepat dibuang. Pola konsumsi ini mendorong penggunaan barang secara lebih bijak.
Bagi UMKM, pendekatan ini bisa diterjemahkan secara sederhana: menawarkan produk yang memang dibuat untuk dipakai lebih lama. Tanpa perlu narasi lingkungan yang berat, kualitas itu sendiri sudah menjadi pesan keberlanjutan yang kuat.
Baca juga: Strategi UMKM Bertahan Saat Resesi Ekonomi: Menemukan Arah Baru Tanpa Ganti Usaha
Apakah Quiet Luxury Berarti Produk Harus Mahal?
Quiet luxury kerap disalahpahami sebagai produk berharga tinggi. Padahal, yang lebih penting adalah keseimbangan antara harga dan kualitas. Produk bisa berada di kelas menengah, selama memberikan pengalaman yang memuaskan dan konsisten.
Dalam literatur tren global, quiet luxury juga dikaitkan dengan konsep affordable affluence—keanggunan yang terasa tanpa harus berlebihan secara harga. Ini membuka ruang bagi UMKM untuk masuk ke segmen konsumen yang menghargai kualitas, namun tetap rasional dalam berbelanja.
Apakah UMKM Indonesia Sudah Siap?
Pertanyaan pentingnya bukan hanya apakah tren quiet luxury meningkat, tetapi apakah UMKM Indonesia siap memanfaatkannya. Kesiapan ini bukan soal modal besar, melainkan soal disiplin kualitas, kesabaran membangun merek, dan konsistensi menjalankan proses.
Tidak semua UMKM perlu langsung mengadopsi pendekatan ini. Namun bagi usaha yang sejak awal menekankan mutu, quiet luxury bisa menjadi arah yang masuk akal untuk tumbuh lebih berkelanjutan.
Meningkatnya tren quiet luxury menunjukkan bahwa pasar tidak selalu bergerak ke arah yang lebih ramai dan mencolok. Dalam kesederhanaan, konsumen justru menemukan makna dan kepuasan yang lebih dalam. Bagi UMKM Indonesia, ini adalah peluang untuk tumbuh tanpa harus berisik—cukup dengan menghadirkan produk yang jujur, rapi, dan berkualitas tinggi. Di tengah persaingan yang semakin padat, usaha yang mampu menawarkan ketenangan melalui kualitas sering kali menjadi yang paling diingat dan dipercaya.
Jika artikel ini bermanfaat, mohon berkenan bantu kami sebarkan pengetahuan dengan membagikan tautan artikelnya, ya!
Bagi Sahabat Wirausaha yang ingin bergabung dengan Komunitas UMKM di bawah naungan kami di UKMIndonesia.id - yuk gabung dan daftar jadi anggota komunitas kami di ukmindonesia.id/registrasi. Berkomunitas bisa bantu kita lebih siap untuk naik kelas!
Referensi:
- Katadata.co.id. Mengenal Quiet Luxury: Elegansi dalam Keheningan. 2023.
https://katadata.co.id/ekonopedia/istilah-ekonomi/657a050b202a6/mengenal-quiet-luxury-elegansi-dalam-keheningan - ALAMI Sharia. Quiet Luxury vs Loud Luxury. 2023.
https://alamisharia.co.id/blogs/lifestyle/quiet-luxury-loud-luxury/









